 Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan 
Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden 
Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, 
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel
 atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota 
Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada 
tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum 
ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di 
Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke 
Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, 
yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar 
Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari 
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya 
yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika 
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak 
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama 
di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari 
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 
M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit,
 ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul 
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut 
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara 
bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden
 Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke 
berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
 hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman 
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main,
 moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk 
“tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak 
menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan
 di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan 
Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden 
Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, 
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel
 atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota 
Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada 
tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum 
ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di 
Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke 
Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, 
yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar 
Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari 
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya 
yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika 
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak 
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama 
di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari 
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 
M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit,
 ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul 
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut 
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara 
bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden
 Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke 
berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
 hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman 
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main,
 moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk 
“tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak 
menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan
 di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Senin, 23 Maret 2015
SUNAN AMPEL
 Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan 
Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden 
Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, 
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel
 atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota 
Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada 
tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum 
ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di 
Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke 
Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, 
yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar 
Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari 
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya 
yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika 
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak 
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama 
di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari 
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 
M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit,
 ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul 
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut 
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara 
bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden
 Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke 
berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
 hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman 
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main,
 moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk 
“tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak 
menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan
 di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan 
Silsilah Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden 
Rahmat. Ia lahir di Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, 
diidentikkan dengan nama tempat dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel
 atau Ampel Denta, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (kota 
Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada 
tahun 1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum 
ke Jawa, mereka singgah dulu di Palembang. Setelah tiga tahun di 
Palembang, kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke 
Majapahit menemui bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, 
yang dipersunting salah seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar 
Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari 
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya 
yang menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika 
Kesultanan Demak (25 kilometer arah selatan kota Kudus) hendak 
didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama 
di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari 
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 
M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit,
 ia membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul 
masyarakat sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut 
menjadi sentra pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara 
bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden
 Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke 
berbagai pelosok Jawa dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
 hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman 
akidah dan ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main,
 moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk 
“tidak berjudi, tidak minum minuman keras, tidak mencuri, tidak 
menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan
 di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar