 Dialah
 “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir 
sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban 
-keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya 
Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah 
nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
 Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga 
yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun 
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
 bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya 
dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) 
atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari 
bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu 
suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. 
Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 
1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga 
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan 
Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang 
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” 
(pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah 
kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat 
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis 
salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih 
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat 
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati 
secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga 
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
 hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. 
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk 
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, 
grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap
 pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid 
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa 
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati 
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede
 – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Dialah
 “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir 
sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban 
-keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya 
Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah 
nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
 Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga 
yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun 
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
 bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya 
dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) 
atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari 
bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu 
suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. 
Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 
1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga 
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan 
Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang 
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” 
(pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah 
kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat 
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis 
salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih 
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat 
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati 
secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga 
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
 hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. 
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk 
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, 
grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap
 pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid 
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa 
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati 
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede
 – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Senin, 23 Maret 2015
SUNAN KALIJAGA
 Dialah
 “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir 
sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban 
-keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya 
Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah 
nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
 Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga 
yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun 
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
 bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya 
dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) 
atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari 
bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu 
suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. 
Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 
1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga 
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan 
Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang 
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” 
(pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah 
kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat 
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis 
salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih 
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat 
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati 
secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga 
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
 hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. 
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk 
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, 
grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap
 pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid 
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa 
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati 
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede
 – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Dialah
 “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir 
sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban 
-keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya 
Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah 
nama panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
 Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga 
yang disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun 
Kalijaga di Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan
 bersahabat erat dengan Sunan Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya 
dengan kesukaan wali ini untuk berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) 
atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut istilah itu berasal dari 
bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya sebagai “penghulu 
suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. 
Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 
1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga 
Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan 
Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang 
pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” 
(pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah 
kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat 
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis 
salaf” -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih 
kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat 
akan menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati 
secara bertahap: mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga 
berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama
 hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. 
Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk 
sebagai sarana dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, 
grebeg maulud, Layang Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap
 pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua beringin serta masjid 
diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa 
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati 
Padanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede
 – Yogya). Sunan Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar