Sepeninggalan Ki Wonoboyo akhirnya
tombak itu dimiliki oleh putranya yang bernama Mangir. Dan dengan tombak pusaka
Kyai Upas, Mangir bergelar nama "Ki Ajar Mangir". Kini Mangir menjadi
sakti. Desanya menjadi ramai, dan memutuskan untuk tidak mau tunduk dengan
Mataram. Memisahkan diri, tidak mau terikat oleh kekuasaan Raja. Dengan sikap
Mangir yang seperti itu, pihak Keraton cemas. Tak mungkin Mangir ditundukkan
dengan cara kekerasan. Mangir sakti karena pusakanya. Akhirnya, terambil
kesimpulan oleh Raja Mataram utuk mengirim telik sandi yang berpura-pura
"mbarang jantur" menyelidiki kelemahan Ki Ajar Mangir. Putra-putri
Raja dikorbankan untuk menjadi "Waranggono" dan masuk ke Dukuh
Mangir. Tak sia-sia, Ki Ajar Mangir kena jebak. Setelah putra mendiang Ki
Wonoboyo itu mengetahui orang yang mbarang jantur, dengan waranggononya yang
canik-cantik dirinya terpikat dan berujung pada niatnya untuk memperistri. Terjadilah
perkawinan antara Ki Ajar Mangir dengan Putri Raja. Lama ia berumah tangga,
hingga pada suatu hari Sang Putri mengatakan pada suaminya, jika sebenarnya
dirinya adalah Putri Raja. Kata Putri, meskipun Raja Mataram adalah musuh Ki
Ajar Mangir, tetapi mengingat bahwa ia sekarang sudah menjadi menantunya,
apakah tidak sebaiknya jika putra menantu mau menghadap untuk menghaturkan
sembah bekti. Jika Ki Ajar Mangir memang dianggap bersalah, maka sang Putri
bersedia memintakan maaf. Karena didesak oleh sang istri, akhirnya dengan
tombak Kyai Upas berangkatlah mereka ke Keraton untuk sungkem pada orang tua.
Namun karena tujuan pokok kedatangannya ke Mataram untuk menghaturkan sembah
bekti menantu kepada orang tua, maka para penjaga pintu gerbang-melarang Kyai
Upas dibawa masuk ke Keraton. Ketika Ki Ajar Mangir sedang menghaturkan
sungkem, kepalanya dipegang oleh mertuanya dan dibenturkan pada tempat duduk
yang terbuat dari batu Pualam, sehingga Ki Ajar Mangir tewas seketika itu juga.
Selanjutnya Mangir dimakamkan dalam posisi badan-separo didalam tembok dan
separo diluar tembok Keraton. Dan itu menandakan, meskipun musuh-tetapi Ki Ajar
Mangir juga anak menantu.
Sepeninggalan mendiang Ki Ajar
Mangir itu, Mataram terserang pagebluk dan itu sebabkan oleh Tombak Kyai Upas.
Adapun berikutnya, yang kuat berketempatan tombak Pusaka itu adalah keturunan
Raja Mataram yang mejadi Bupati di Kabupaten Ngrowo (Tulungagung). Menurut
cerita kursi yang terbuat dari batu Pualam yang dipakai untuk membenturkan
kepala Mangir sampai sekarang masih ada, ialah di Kota Gede dan dinamakan
"Watu Gateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar